PENDIDIKAN ANAK DI ERA TIK
(Teknologi Informasi dan Komunikasi)
A. Pendahuluan
Laju perkembangan TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) yang
sangat cepat dewasa ini telah menimbulkan implikasi bagi kehidupan masyarakat pada
umumnya. Informasi yang semula hanya dikirim melalui tulisan, kini telah sangat
mudah dikirim melalui suara, suara bergambar, atau disertai tulisan (data)
dengan hadirnya telepon dan handphone yang canggih. Dengan internet, komunikasi
kemudian menjadi tanpa jarak. Masyarakat pun banyak yang tidak “gaptek” lagi
terutama di kota-kota. Dan, anak-anak sudah mulai terbiasa bermain game atau
mencari informasi di warnet.
Dampak positif kemajuan TIK antara lain: memudahkan orang
untuk memperoleh informasi dengan cepat, mendapatkan ilmu baru dan wawasan dari
negara lain, sebagai sumber belajar di sekolah, memperoleh teman untuk berbagi
informasi, bahkan menjadi terkenal di seantero dunia dan sebagainya. Namun,
perkembangan TIK juga berdampak negatif bagi masyarakat, terutama bagi anak-anak
usia sekolah. Sebab, mereka masih dalam fase tumbuh-kembang sehingga sering
kali hanya meniru apa saja yang didengar dan dilihat. Mereka juga dalam fase mencari
jati dirinya sehingga informasi negatif, seperti kekerasan, kenakalan remaja,
dan pornografi dapat berbahaya bagi mereka.
Yang lebih memprihatinkan adalah apabila seorang anak
ketagihan pornografi dari internet. Awalnya, mungkin ia tidak berniat untuk
melihat pornografi dan akan memanfaatkan internet untuk tujuan yang baik.
Tetapi, situs porno ini dapat muncul secara tiba-tiba ketika anak mencari bahan
informasi untuk tugas sekolahnya atau untuk keperluan lain. Anak yang kecanduan
pornografi akan sulit menghentikan kebiasaannya. Ia mungkin merasa bersalah
tetapi tidak berani mengutarakan perasaannya kepada orangtuanya. Dalam keadaan
cemas, otaknya berputar 2,5 kali lebih cepat dari putaran biasa pada saat
normal. Akibatnya, otaknya dapat menciut secara fisik dan tidak berkembang
dengan baik. Selain itu, gambar-gambar cabul yang ada di situs porno biasanya
akan melekat dan sulit dihilangkan dalam pikiran anak dalam jangka waktu yang
lama. Melihat dampak negatif dari pornografi, maka orangtua dan guru harus bertanggung
jawab untuk menyelamatkan anak-anaknya dari bahaya tersebut.
Seiring dengan kekhawatiran terhadap dampak negatif TIK,
lembaga-lembaga formal dan non-formal pendidikan berlomba untuk meningkatkan
peran-aktif-positif TIK dalam pendidikan. John Daniel (Asisten Director for
Education UNESCO) menyatakan bahwa sistem pendidikan di dunia dewasa ini telah menunjukkan
peningkatan penggunakan TIK dalam mengajarkan pengetahuan untuk menghasilkan
kemampuan yang dibutuhkan oleh pelajar pada abad 21. Laporan pendidikan dunia bertajuk
"Teacher and Teaching in a Changing World" (UNESCO, 1998),
menggambarkan implikasi ICT yang radikal terhadap pengajaran dan pembelajaran
konvensional. Hal ini meramalkan transformasi proses pengajaran dan
pembelajaran serta cara guru dan pebelajar dalam mengakses pengetahuan dan
informasi.
Menghadapi abad ke-21, UNESCO melalui “The International
Commission on Education for the Twenty First Century” juga merekomendasikan
pendidikan yang berkelanjutan (seumur hidup) yang dilaksanakan berdasarkan
empat pilar proses pembelajaran, yaitu: Learning to know (belajar untuk
menguasai pengetahuan), Learning to do (belajar untuk menguasai
keterampilan), Learning to be (belajar untuk mengembangkan diri), dan Learning
to live together (belajar untuk hidup bermasyarakat). Untuk dapat
mewujudkan empat pilar pendidikan di era globalisasi informasi ini, para guru
sebagai agen pembelajaran perlu menguasai dan menerapkan TIK dalam pembelajaran
di sekolah.
Menurut Rosenberg (2001), dengan berkembangnya penggunaan TIK
(Teknologi Informasi dan Komunikasi) ada lima pergeseran dalam proses
pembelajaran yaitu: (1) dari pelatihan ke penampilan, (2) dari ruang kelas ke “di
mana” dan “kapan saja”, (3) dari kertas ke “on line” atau saluran, (4) dari
fasilitas fisik ke fasilitas jaringan kerja, dan (5) dari waktu siklus ke waktu
nyata. Dengan munculnya TIK, profesi guru berkembang dari teacher-centered
atau lecture-based instruction menjadi students-centered dengan
memanfaatkan lingkungan pembelajaran yang interaktif—sebagaimana dalam teori konstruktivisme.
Program desain dan implementasi TIK yang sukses menjadikan guru berperan sebagai
mediator, fasilitator, dan motivator pembelajaran merupakan kunci fundamental
dari reformasi pendidikan yang sangat cepat. Demikian disebutkan dalam pengantar
buku Information and Communication Technologies in Teachers Education yang
diedit oleh Paul Resta, 2002.
Tulisan ini mencoba memaparkan tentang perubahan konsep pendidikan
anak di era TIK, bagaimana TIK dipergunakan oleh guru dan siswa di sekolah,
faktor-faktor yang diperlukan untuk mendukung keberhasilan penggunaan TIK, bagaimana
memanfaatkan sumber belajar yang sesuai dengan kebutuhan anak, dan bagaimana membendung
arus informasi negatif dari pemanfaatan TIK.
B. Pembahasan
1.
Perubahan Konsep Belajar
Kemajuan TIK telah memungkinkan masyarakat secara luas, walaupun
belum semua, memperoleh dengan cepat berbagai jenis informasi yang bermanfaat
untuk menambah ilmu pengetahuan dan keterampilan. Keadaan demikian membuat sekolah
sebagai lembaga pendidikan formal tidak lagi mendominasi peran sebagai tempat
dan sumber belajar. Ivan Illich (1971),
seorang filosof Austria,
berpendapat bahwa sekolah di negaranya telah gagal memberikan pengetahuan dan
keterampilan kepada peserta didik sehingga mereka tidak dapat hidup mandiri.
Ivan menyatakan ketidaksetujuannya atas sistem dan penyelenggaraan pendidikan
nasional di negaranya yang menerapkan program wajib belajar. Ia menyatakan
dengan keras perlunya membebaskan masyarakat dari pendidikan (deschooling
society). Walaupun tidak terkait langsung dengan pendapat Ivan, dewasa ini
tumbuh dan berkembang pula sekolah di rumah (home schooling) sebagai
salah satu wujud ketidakpuasan orangtua atas hasil pendidikan di sekolah. (Education
for Change, BPK GUNUNG MULIA, 2010)
Meskipun demikian, masih banyak masyarakat yang
mempercayakan pendidikan anak-anaknya pada lembaga pendidikan yang secara terus
menerus melakukan pembenahan dalam bidang kurikulum, metodologi belajar yang membelajarkan,
sarana dan prasarana pendidikan, tak terkecuali Teknologi Informasi dan
Komunikasi. Di samping menggunakan berbagai pendekatan belajar yang membelajarkan
sesuai dengan kemajuan ilmu pedagogi, pengintegrasian TIK ke dalam proses
belajar-membelajarkan merupakan salah satu usaha yang dilakukan banyak sekolah
untuk meningkatkan mutu proses dan hasil belajar yang membelajarkan.
Belajar pada hakikatnya merupakan proses interaksi antara
pelajar dengan lingkungannya yang dilakukan secara sadar dan terencana untuk mengubah
perilaku ke arah yang lebih positif. Pembelajaran adalah suatu proses
penciptaan lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Dengan
demikian, lingkungan merupakan salah satu unsur yang sangar penting dan tidak
dapat diabaikan dalam proses belajar. Definisi belajar menunjukkan bahwa manusia
mulai belajar sejak dilahirkan dan hasilnya terlihat pada perubahan kemampuan
berpikir (kognitif), berbuat (psikomotorik), atau bersikap (afektif).
Pada awal kehidupannya, anak belajar di lingkungan keluarga,
kemudian ke lingkungan sekitarnya, dan dalam perkembangan lebih lanjut ke
lembaga pendidikan yang disebut sekolah. Di sekolah, guru merencanakan
pengalaman belajar anak dengan menetapkan tujuan, bahan belajar, media, alat
peraga, serta proses belajar. Guru menjelaskan bahan pelajaran, bertanya,
menjawab pertanyaan, memotivasi, mengawasi, dan menilai hasil belajar anak.
Tugas utama guru adalah mengajar dan tugas utama anak sebagai peserta didik
adalah belajar.
Proses belajar pesera didik sangat bergantung pada guru yang
memberlakukan peserta didik sebagai objek dan subjek belajar. Di dalam kelas
dipergunakan papan tulis, buku, dan alat peraga untuk membantu guru mengajar.
Sesuai dengan perkembangan kurikulum dan metode mengajar, secara bertahap
sekolah dilengkapi dengan perpustakaan dan berbagai laboratorium (laboratorium
fisika, kimia, IPA, dan bahasa) atau tempat praktik untuk sekolah kejuruan. Dalam
konteks belajar yang demikian, lingkungan sekolah yang dibatasi oleh pagar dan ruang
kelas yang dibatasi oleh dinding, lantai dan langit-langit merupakan dunia
belajar peserta didik. (Regeluth & Garfinkle, 1994).
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam belajar
dan membelajarkan membuat sumber belajar juga berkembang secara pesat di dalam
dan di luar lembaga pendidikan. Perkembangan ini dapat dilihat dari pendekatan
belajar-membelajarkan yang pada awalnya mengandalkan guru dan buku sebagai
sumber belajar utama, pada era sekarang ini TIK menjadi sumber belajar utama di
samping guru. Tempat belajar peserta didik kini berubah dari lingkungan sekolah
dan kelas menjadi dunia tanpa batas formal.
Demikian pesatnya perkembangan TIK sehingga mengubah fungsi
guru yang semula sebagai pengajar menjadi pembelajar dengan tugas utama sebagai
perencana, fasilitator, tutor, dan motivator. Pertemuan tatap muka
secara teratur dengan guru di tempat dan waktu yang terjadwal dapat digantikan
dengan menggunakan TIK melalui sistem belajar jarak jauh (distance learning).
Di sisi lain, belajar pun menjadi lebih terbuka, tidak dibatasi lagi oleh usia,
tempat, status sosial, jenis kelamin, pekerjaan, waktu serta cara belajar setiap
orang (open learning). Dengan perkataan lain, tidak ada diskriminasi
dalam belajar dan orang dapat belajar sesuai dengan kemampuan intelektual dan
fisiknya. Di samping itu, setiap orang dapat menggunakan berbagai sumber
belajar sesuai dengan kebutuhan dan gaya
belajarnya (flexibel learning).
2.
Beberapa Kegunaan TIK
Tersedianya berbagai alat dan bentuk TIK yang semakin maju
dewasa ini memudahkan setiap orang dapat memperoleh berbagai informasi secara
cepat, akurat, dan mutakhir. Walaupun tidak semuanya bermanfaat, apabila dipilih
secara tepat, informasi itu dapat dijadikan salah satu sumber dalam mempelajari
fakta, konsep, dan prosedur. Tersedianya perpustakaan elektronik on-line
memungkinkan penjelajahan ke berbagai perpustakaan di dunia dan memperoleh
informasi untuk berbagai keperluan belajar. Bahkan akhir-akhir ini, telepon
genggam memiliki berbagai kemampuan sehingga dapat dipergunakan untuk
memperoleh informasi dari internet dalam berbagai tampilan visual, audio, dan
audiovisual.
Di samping sebagai sumber berbagai jenis informasi yang
melimpah, TIK dapat dipergunakan untuk menyimpan, mengolah/memanipulasi,
menyajikan, mengirim data atau informasi. Dengan menggunakan word processor
dan spreadsheet, peserta didik dapat mengembangkan kemampuan menulis,
mengolah/memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan data. Program komputer,
seperti animasi dan flash, dapat dipergunakan untuk melakukan
berbagai percobaan dan praktik simulasi yang keakuratannya tidak berbeda dengan
praktik di laboratorium. Kemampuan TIK dan penggunaannya secara tepat dapat
membuat peserta didik aktif, kreatif, inovatif, senang dan termotivasi
untuk terus belajar, serta dapat mendorong dan meningkatkan kemampuan berpikir
mereka ke tingkat lebih tinggi (high-thinking order). Di samping itu,
peserta didik dapat terdorong berpikir secara logis, kritis, kreatif, dan
inovatif dalam memecahkan berbagai masalah.
Apabila telah terbiasa menggunakan TIK, peserta didik dapat
mengalami perubahan sikap terhadap belajar dari perasaan yang tidak senang,
sulit, menakutkan dan membosankan menjadi kegiatan yang mengasyikkan dan
menyenangkan. Sikap peserta didik terhadap teknologi pun dapat berubah, dari
anggapan bahwa teknologi itu rumit dan sulit menjadi sesuatu yang mudah,
praktis, dan sangat membantu dalam berbagai keperluan. Mereka pun menganggap
TIK sebagai teman yang menyenangkan dalam belajar dan membuat mereka gemar,
terbiasa, dan gandrung belajar.
Di sisi lain, TIK dapat membantu guru mempersiapkan dan
mengelola proses belajar-membelajarkan lebih efektif dan efisien dalam mencapai
tujuan pembelajaran. Dengan mengacu pada tujuan dan bahan belajar, guru dapat
merancang model-model pembelajaran dengan menggunakan aneka sumber belajar
sesuai dengan gaya
belajar masing-masing peserta didik. Dengan menggunakan multimedia serta
berbagai program perangkat lunak komputer, guru dapat merancang proses
pembelajaran yang interaktif, menarik, dan efektif, serta mampu membuat peserta
didik belajar aktif dan mandiri.
Perkembangan perangkat keras dan perangkat lunak TIK begitu
cepat dan kemajuannya sukar dapat dipredikasi. Pada tahun 1990an, masih banyak
komputer menggunakan pentium satu dan pentium dua, sedangkan laptop atau note
book masih dianggap barang langka dan mahal sehingga hanya orang-orang tertentu
yang dapat memiliki dan memakainya. Fasilitas telepon genggam pun masih
terbatas dan pada umumnya dipergunakan hanya untuk menelpon. Akan tetapi, tidak
sampai 10 tahun kemudian, perangkat keras dan perangkat lunak komputer berkembang
begitu cepat dan canggih sehingga dapat dipergunakan tidak hanya untuk mengetik
dan menghitung, tetapi juga dapat difungsikan sebagai otak buatan (artificial
intelligence) yang mampu secara cepat menyimpan, mengolah,
menganalisis, serta menampilakan data dan informasi untuk berbagai keperluan dengan
beraneka ragam tampilan. Komputer grafis dan animasi dapat menciptakan
lingkungan virtual sehingga orang dapat melihat dan berinteraksi dengan dunia
buatan (artifisial) tiga dimensi. Dengan menggunakan internet, informasi begitu
mudahnya diperoleh dan dikirim atau disebarluaskan dalam perhitungan detik ke
seluruh pelosok dunia.
Telepon genggam juga berkembang begitu dahsyat sehingga
dipergunakan tidak hanya sebagai alat untuk menelepon saja tetapi juga untuk
merekam, menyimpan, dan mengirim pesan tertulis, suara, dan gambar serta dapat
mengakses berbagai informasi dari internet. Alat ini dilengkapi berbagai
fasilitas untuk menghitung angka (kalkulator), waktu (stopwatch), dan agenda
harian (organizer) dengan harga yang dapat dijangkau oleh semakin banyak orang.
Kemajuan TIK memudahkan orang memperoleh informasi apa saja,
kapan saja, dan di mana saja, sehingga dikatakan juga bahwa dewasa ini
informasi itu tersedia di ujung jari dan cara memperolehnya bergantung pada
keterampilan menggunakan ujung jari serta kebermanfaatannya bergantung pada
kemampuan memilih dan menggunakannya secara tepat. Dengan demikian, tantangan kini
ialah bagaimana menyediakan dan menggunakan TIK di lembaga pendidikan sebagai
sumber peningkatkan mutu proses dan hasil belajar-membelajarkan
3. Pemanfaatan TIK untuk Pendidikan
Teknologi yang menghasilkan produk dalam bentuk perangkat
keras atau perangkat lunak pada awalnya bukanlah semata-mata dimaksudkan untuk
keperluan pendidikan. Akan tetapi kemudian, produk teknologi itu juga merambah
ke lembaga-lembaga pendidikan serta dimanfaatkan untuk kegiatan
belajar-membelajarkan. Dengan menggunakan teknologi, diharapkan kegiatan
belajar-membelajarkan dapat diselenggarakan lebih efektif, efisien, kreatif,
inovatif, dan menyenangkan. Sejak tahun 1973, Levie dan Dicky menyatakan (dalam
Educational Technology: A Review of the Research, 1993) bahwa hasil-hasil
penelitian menunjukkan bahwa produk teknologi lebih berfungsi sebagai alat
penyampai pesan dan tidak menentukan keberhasilan peningkatan hasil belajar
peserta didik. Yang jauh lebih berperan ialah isi bahan belajar dan
pengemasannya, karakteristik peserta didik, serta lingkungan belajar. Lebih
jauh diketahui pula bahwa kecanggihan teknologi yang dipergunakan, misalnya
dalam belajar berbasis atau berbantuan komputer (computer based learning)
dan belajar di dunia maya (virtual learning) serta merta menjamin
meningkatkan hasil belajar siswa lebih tinggi dibandingkan dengan pembelajaran
konvensional (interaksi langsung peserta didik dengan guru).
TIK dalam proses belajar-membelajarkan memang sangat
membantu untuk keperluan belajar jarak jauh karena dapat mengatasi jarak antara
peserta didik dengan guru. Akan tetapi, hasil belajar masih tetap ditentukan
oleh isi dan pengemasan bahan belajar serta karakteristik peserta didik.
Keberhasilan penggunaan TIK tergantung pada bagaimana guru memilih, menyusun,
mengemas, dan menyajikan bahan belajar serta bagaimana peserta didik menanggapi
dan mempelajarinya. Hal ini berarti bahwa sikap, kemampuan, dan keterampilan
guru dan peserta didik ikut menentukan keberhasilan penggunaan TIK mengatasi
berbagai kesulitan dalam proses belajar-membelajarkan.
Kebermanfaatan TIK membantu pemerataan memperoleh informasi
yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil
belajar-membelajarkan, mendorong Pemerintah Indonesia menerbitkan berbagai
kebijakan serta melaksanakan berbagai program. Dalam Rencana Starategis
Departemen Pendidikan Nasional 2005 – 2009 (Depdiknas: 2006) disebutkan antara
lain: Kebijakan tentang Nusantara-21, Instruksi Presiden Nomor 50 Tahun 2000
tentang Tim Koordinasi Telematika Indonesia, Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun
2001 tentang pengembangan dan pendayagunaan telematika, Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2002 tentang penyiaran, dan Keppres Nomor 20 Tahun 2006 tentang Dewan
Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional. Di samping itu di tingkat
Departemen, Departemen Pendidikan Nasional pada tahun 2007 menerbitkan beberapa
kebijakan tentang pengembangan TIK, di antaranya adalah: Kepmendiknas Nomor
50/P/2007 tentang Tim Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan Nasional.
Program meningkatkan TIK dalam pendidikan pada umumnya telah
dilaksanakan dalam berbagai bentuk, antara lain Universal Services Obligation
(USO) yang dimulai tahun 2003 untuk meningkatkan kesempatan bagi masyarakat di
pedesaan agar dapat menikmati fasilitas layanan telekomunikasi. Program USO
berkaitan dengan pengembangan TIK pendidikan berkenaan dengan ketersediaan
jaringan telekomunikasi yang akan memberikan kesempatan bagi sekolah terutama
di wilayah terpencil agar memiliki akses terhadap sumber belajar. Di samping
itu terdapat pula program One School One Computer’s Lab (OSOL) OSOL didasarkan
atas Kepmen Kominfo No. 17/Kep/M.KOMINFO/4/2003 tentang pemanfaatan TIK di
sekolah yang minimal harus memiliki satu laboratorium komputer. OSOL
dimaksudkan untuk memudahkan sistem belajar-mengajar, meningkatkan kualitas
pendidikan, pemanfaatan teknologi serta memacu semangat belajar siswa.
Secara nasional diselenggarakan Televisi Edukasi (TVE) yang
diresmikan Menteri Pendidikan Nasional pada tahun 2004 dengan visi: “menjadi
stasiun televisi pendidikan yang santun dan mencerdaskan”, serta misi: mencerdaskan
masyarakat, menyajikan keteladanan, menyebarkan informasi dan kebijkan
pendidikan, serta memotivasi masyarakat agar gemar belajar. Sasaran TVE adalah
peserta didik di semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan, praktisi
pendidikan dan masyarakat. Sementara itu, dikembangkan pula Wide Area Network
KOTA (WAN-kota) yang merupakan salah satu program pengembangan pembelajaran
melalui TIK. WAN-kota dibuat dengan menghubungkan antar lembaga pelatihan dan
pendidikan melalui Dikmenjur dengan sekolah yang ada di perkotaan.
Pengelolaan pengembangan TIK dilakukan melalui Jardiknas,
dengan mencoba integrasi TIK dalam pembelajaran, pemanfaatan TIK dalam
pengelolaan manajemen pendidikan dan berbagai kegiatan pendidikan. Jardiknas
dimanfaatkan untuk peningkatan kecepatan layanan informasi secara integral,
interaktif, lengkap, akurat dan mudah didapat; memberikan pelayanan data dan
informasi secara terpadu; menciptakan budaya transparan dan akuntabel;
merupakan media promosi pendidikan yang handal; meningkatkan komunikasi dan
interaksi lokal maupun internasional; mengakses berbagai bahan ajar; dan meningkatkan
efisiensi berbagai kegiatan pendidikan. Terdapat berbagai program dan kegiatan
lain yang dilakukan Pemerintah bersama-sama pihak swasta untuk menghadirkan TIK
di lembaga-lembaga pendidikan. Contoh-contoh yang dikemukakan adalah bagaimana
proses belajar-membelajarkan diupayakan berbasis teknolgi serta
mengintegerasikan TIK dalam proses pendidikan.
Teknologi informasi dan komunikasi sudah merambah ke
sekolah-sekolah dan menjadi salah satu indikator kemajuan dan kebanggaan
sekolah, tetapi hasil penelitian di berbagai negara, termasuk di Indonesia,
menunjukkan bahwa pemanfaatan teknologi itu tidak serta merta meningkatkan mutu
proses dan hasil belajar secara signifikan. Sebagai contoh, hasil Ujian Negara
untuk SMA pada tahun 2010 secara nasional turun sekitar 4 % dari tahun
sebelumnya. Penurunan ini juga terjadi di kota Jakarta yang
sekolah-sekolahnya pada umumnya telah dilengkapi dengan berbagai media
elektronik termasuk komputer dalam proses belajar-membelajarkan. Banyak SMA
Negeri dan Swasta memiliki komputer dan LCD di dalam kelas dan peserta didik
dengan mudah dapat menggunakan komputer terkoneksi dengan internet di sekolah,
rumah, atau di warung-warung internet (warnet).
4. Bagaimana
Guru Memanfaatkan TIK
Teknologi Informasi dan Komunikasi telah hadir di sekolah,
dan guru serta peserta didik telah menggunakannya dalam proses
belajar-membelajarkan. Akan tetapi, keadaan ini belum dapat meningkatkan mutu
proses dan hasil belajar secara signifikan seperti yang diharapkan karena
berbagai hambatan.
Pertama, guru sendiri belum dapat
menggunakan teknologi itu sebagai sumber belajar secara tepat. Hal ini
disebabkan, kebanyakan guru belum memperoleh pelatihan bagaimana membuat dan
mengembangkan instructional design (rancangan pembelajaran) dengan benar.
Mereka pada umumnya belajar sendiri menggunakan komputer dalam membuat power
point sehingga pengemasan pesan dan tampilannya pun tidak membuat proses
belajar membelajarkan menjadi lebih sistematis, kreatif, efisien, efektif, dan
menyenangkan. Sebagai contoh, penyajian bahan belajar dengan menggunakan power
point dapat membingungkan peserta didik karena setiap tampilan padat dengan
teks serta menggunakan huruf yang tidak dapat terbaca dengan jelas karena
ukuran huruf terlalu kecil atau diberikan latar belakang yang berlebihan dan
tidak kontras dengan warna huruf. Penggunaan animasi yang tidak
sesuai dapat juga mengganggu konsentrasi peserta didik. Penggunaan komputer dan
LCD demikian tidak lebih baik daripada overhead projector (OHP), dan
fungsinya bukan sebagai alat bantu belajar peserta didik tetapi alat bantu guru
dalam menyampaikan bahan belajar. Padahal, penggunaan media itu diharapkan
terutama untuk memudahkan peserta didik mempelajari dan memahami pelajaran
bukan untuk memudahkan guru menyampaikannya. Proses belajar-membelajarkan
demikian tidak dapat disebut berbasis teknologi.
Kedua, masih banyak guru yang
belum terbiasa mencari informasi di internet untuk memperkaya pengetahuan
peserta didik. Mereka kurang termotivasi membiasakan diri mengunakan
internet sebagai sumber belajar, mungkin karena tidak memiliki akses di sekolah
atau di rumah. Bahkan tidak tertutup kemungkinan masih terdapat guru di
kota-kota besar yang buta/gagap teknologi serta tidak termotivasi untuk
mempelajarinya karena merasa ribet dan merepotkan padahal mereka sudah
mendekati usia pensiun.
Ketiga, belum tersedia tenaga
khusus dan profesional di sekolah yang dapat membantu guru dalam menggunakan
teknologi informasi untuk keperluan belajar-membelajarkan. Secanggih apapun
TIK, ia hanyalah alat yang bermanfaat dalam proses belajar-membelajarkan
apabila diisi dengan bahan pelajaran dan dikemas sesuai dengan kaidah-kaidah
pedagogik serta dipergunakan secara tepat. Kemampuan dan keterampilan
mengintegrasikan TIK ke dalam proses belajar-membelajarkan mungkin belum
dipelajari guru ketika masih kuliah di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan
(LPTK). Akan tetapi, dewasa ini telah ada program studi Teknologi Pendidikan di
beberapa LPTK yang menghasilkan tenaga kependidikan untuk membantu guru
merancang dan mengembangkan desain pembelajaran termasuk mengintegrasikan TIK
ke dalam proses belajar-membelajarkan. Di samping itu, tenaga khusus ini juga
diperlukan mengatasi kerusakan perangkat keras atau perangkat lunak termasuk
dalam memasang (install) program-program tertentu.
Keempat, pengadaan dan penggunaan
komputer di sekolah belum berdasarkan keperluan belajar dan pembelajaran.
Tidak jarang sekolah mengadakan perangkat komputer termasuk perangkat lunaknya
dalam jumlah yang cukup banyak dan menempatkannya di suatu ruang yang kemudian
diberi nama Laboratorium Komputer. Pengadaan dan pengaturan perangkat keras dan
perangkat lunak komputer itu tidak dilakukan berkordinasi dengan guru-guru
bidang studi, sehingga perangkat lunak yang tersedia tidak memenuhi kebutuhan bidang
studi dan pemakaiannya tidak terintegrasi dengan proses belajar-membelajarkan.
Kelima, perawatan rutin dan
penambahan perangkat keras dan perangkat lunak memerlukan dana yang belum tentu
dapat disediakan sekolah. Perangkat keras komputer juga memerlukan
perawatan dan pada kurun waktu tertentu memerlukan penggantian komponen
tertentu. Di samping itu, perangkat lunaknya juga perlu dimutakhirkan dan
dibersihkan dari berbagai virus. Hal ini kadang-kadang kurang diperhitungkan
oleh sekolah ketika mengadakan komputer, sehingga dalam perjalanannya terdapat
peralatan TIK yang tidak dapat dimanfaatkan dengan baik.
Dari uraian tersebut, kemajuan dan pemanfaatan teknologi di
dalam pendidikan harus diselaraskan dengan proses belajar yang membelajarkan peserta
didik tetapi tidak boleh menggantikan fungsi dan peranan guru. Teknologi memang
mendudukkan guru pada peranan yang berbeda dari sebelumnya; fungsi dan peranan
guru diharapkan lebih banyak pada merancang dan mengembangkan desain
pembelajaran (designer), mengelola pembelajaran (manager),
tutor, dan motivator. Dengan perkataan lain, di samping dalam mengembangkan
kemampuan emosional dan sosial peserta didik, kehadiran guru sangat diperlukan
dalam membuat rancangan belajar-membelajarkan, mengelola proses, dan melakukan
evaluasi hasil belajar-membelajarkan peserta didik. Kebermanfaatan penggunaan
teknologi untuk mencapai tujuan belajar-membelajarkan ditentukan oleh kemampuan
guru dalam mendayagunakannya secara tepat.
Pengalaman dan penelitian menunjukkan bahwa penggunaan
teknologi canggih tidak serta merta membuat mutu proses dan hasil
belajar-membelajarkan meningkat, terlebih-lebih jika guru belum terampil
menggunakannya secara tepat. Peralatan TIK, seperti komputer dan LCD, pada
umumnya dipergunakan oleh guru dalam proses belajar-membelajarkan di sekolah
cenderung untuk membantu guru menyampaikan bahan pelajaran bukan untuk membantu
dan memudahkan siswa belajar. Penggunaan TIK yang terintegrasi dengan kegiatan
belajar-membelajarkan belum dilakukan sebagaimana mesetinya
Akan tetapi, penggunaan TIK di sekolah sering menjadi daya
tarik dan ukuran bagi peserta didik dan orangtua dalam memilih sekolah.
Ketersediaan peralatan TIK di sekolah juga sering menjadi kebanggaan sekolah
dan dianggap sebagai salah satu indikator sekolah yang maju. Diakui bahwa
penggunaan TIK secara tepat dapat meningkatkan mutu proses dan hasil
belajar-membelajarkan. Akan tetapi, pengadaan dan pemanfaatan teknologi itu
memerlukan dana yang cukup besar sementara masih banyak sekolah khususnya di
luar perkotaan tidak mampu menyediakannya. Dengan demikian, pemanfaatan TIK
dapat menciptakan kesenjangan mutu dan daya tarik antar sekolah dan kadang kala
dapat membuat guru dan peserta didik di sekolah yang tidak mampu menyediakan
teknologi itu menjadi rendah diri dan apatis.
5. Pengelolaan
Sumber Belajar di Sekolah
Sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan
oleh peserta didik untuk memudahkannya melakukan kegiatan dalam mencapai tujuan
belajar. Di samping peralatan teknologi informasi, berbagai laboratorium dan
alat praktik merupakan sumber belajar. Dilihat dari pembuatan dan
peruntukkannya, sumber belajar dapat juga dikelompokkan menjadi sumber belajar by
design dan sumber belajar by utilization. Yang pertama adalah
segala sumber belajar yang sengaja dirancang dan dibuat untuk keperluan
belajar-membelajarkan seperti laboratorium fisika, kimia, biologi, atau bahasa serta
perpustakaan di sekolah. Sedangkan yang kedua ialah segala sumber
belajar yang dirancang dan dibuat bukan untuk keperluan belajar-membelajarkan
tetapi dapat dimanfaatkan untuk keperluan itu seperti museum, pasar, dan rumah
ibadah. Bahkan, untuk berbagai kegiatan dan tujuan belajar, alam dapat
dijadikan sebagai sumber belajar.
Dengan tersedianya berbagai sumber belajar serta dengan
berkembangnya pendekatan belajar-membelajarkan berbasis aneka sumber untuk
memenuhi kebutuhan belajar peserta didik, maka pengadaan, pengelolaan, serta
pemanfaatan sumber-sumber belajar di sekolah perlu dilakukan secara tererencana
dan terkoordinasi. Untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi penggunaan berbagai
sumber belajar yang diadakan perlu dijejaki kemungkinaan pendirian Pusat Sumber
Belajar (PSB) di masing-masing sekolah. PSB ini dapat dijadikan wadah untuk
membantu guru untuk mengintegrasikan proses belajar-membelajarkan dengan
pemanfaatan sumber belajar yang tersedia di sekolah. Dengan menyediakan
pengelola yang profesional, masing-masing guru dapat dibantu mengembangkan
desain pembelajaran berbasis aneka sumber yang kreatif dan inovatif sehingga
dapat mewujudkan pembelajaran yang aktif dan menyenangkan.
Pengelolaan sumber belajar secara terkoordinasi dalam wadah
PSB dimulai dari tahap perencanaa, pelaksanaan, pengembangan, pemanfaatan, dan
evaluasi sumber-sumber belajar yang dalam semua kegiataanya mengikutsertakan
kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan lainnya. PSB ini juga berfungsi
untuk membantu guru mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya dalam
melaksanakan pembelajaran di kelas serta membantu peserta didik mengatasi
masalah-masalah belajar dengan memanfaatkan aneka sumber belajar. Dengan
demikian, PSB dapat memberikan kesempatan belajar yang lebih terbuka bagi
peserta didik dan melayani kebutuhan guru dalam menerapkan kemampuan
professional dan kemampuan pedagogiknya. Pada gilirannya, keberadaan dan
kegiatan PSB dapat dijadikan indikator mutu pendidikan di sekolah.
6. Mengantisipasi Dampak Negatif TIK
Untuk mengantisipasi dampak negatif dari TIK, khususnya
banjir informasi negatif dari internet, orangtua perlu melakukan hal-hal
berikut:
a. Orangtua perlu memiliki pengetahuan tentang TIK, khususnya internet.
Dengan pengetahuan tersebut, orangtua dapat mengetahui bahwa TIK itu ternyata
juga berdampak negatif apabila disalahgunakan pemanfaatannya.
b. Penting bagi orangtua dan guru untuk menanamkan rasa takut terhadap
Tuhan, sehingga ketika anak mengakses informasi yang tidak baik dari internet, ia
akan segera menyadari bahwa dirinya sedang dilihat dan diawasi oleh Tuhan,
meskipun orangtua tidak sedang mendampinginginya.
c. Letakkan komputer di tempat yang mudah dilihat. Meletakkan sebuah
komputer yang terhubung dengan Internet di kamar anak-anak sangat berbahaya karena
mereka dapat leluasa mengakses situs-situs yang tidak baik tanpa diketahui
orangtua. Selain itu, umumnya mereka lebih tergoda untuk memanfaatkan jaringan
internet tersebut untuk bermain games, bukan untuk belajar. Sebaliknya, dengan
meletakkan di tempat terbuka, misalnya di ruang keluarga, orangtua dapat
memantau situs apa saja yang dibuka anaknya.
d. Bantulah agar anak dapat membuat keputusan sendiri dalam
memafaatkan internet. Sebab, orangtua tidak dapat mengawasi anak 24 jam. Selanjutnya,
biasakan anak-anak untuk mengambil keputusan mulai dari hal-hal yang kecil.
Misalnya, memutuskan untuk menggunakan pakaian yang pantas. Dengan demikian,
ketika orangtua tidak sedang mendampinginya dan saat itu muncul situs yang
tidak pantas dilihat (porno), mereka dapat mengambil tindakan yang tepat.
e. Batasi penggunaan Internet bagi anak. Jangan biarkan anak-anak
terlalu asyik di dunia maya. Tetapkan berapa lama Internet boleh digunakan dan
situs apa saja yang boleh diakses. Jelaskan hal ini kepada anak-anak dan bantu mereka
untuk memahami keputusan ini.
f. Jaga komunikasi yang baik dengan anak. Orangtua harus meluangkan
waktu untuk bercanda dengan anak dan berkomunikasi dengan terbuka. Komunikasi
yang baik dan penuh keakraban dengan anak akan memudahkan orangtua untuk
menanamkan nilai-nilai moral.
g. Mengawasi pergaulan anak dengan mengatahui siapa teman
sepermainannya.
Selain orangtua, yang memiliki peran dalam pendidikan anak
di era TIK adalah sekolah, dalam hal ini, guru. Guru harus selalu memberikan
pengarahan dan pembinaan tentang dampak negatif dari teknologi terutama
internet. Agama dan moral harus dijadikan landasan utama dalam pembelajaran di
sekolah. Guru harus selalu mengingatkan pada anak didik tentang adanya hal-hal
negatif sebagai dampak dari perkembangan TIK. Lebih lanjut, guru harus selalu
memberikan arahan agar anak selalu ingat bahwa semua perbuatannya akan dilihat
oleh Tuhan dan harus dipertanggungjawabkan kepada-Nya. Dengan demikian,
tantangan bagi guru di era TIK ini sangatlah besar, karena guru harus selalu
mengajarkan nilai-nilai positif yang sejalan dengan agama maupun budaya.
Dalam pendidikan anak di era TIK, pengawasan oleh masyarakat
pun perlu dilakukan. Masyarakat harus peduli dan ikut mengawasi pergaulan
anak-anak yang negatif. Misalnya, apabila ada aktivitas anak-anak yang
menyimpang, maka masyarakat bisa menegur dan melaporkannya ke sekolah atau
keluarganya. Keberadaan warnet yang menjamur di kota-kota juga perlu ikut
diawasi oleh masyarakat, jangan sampai keberadaan warnet menjadi tempat
anak-anak untuk berbuat yang negatif. Dengan adanya kerjasama dari orangtua,
guru dan masyarakat dalam membendung dampak negatif dari TIK, maka anak-anak
akan tumbuh menjadi pemuda harapan bangsa yang berprestasi dan selalu
berperilaku yang baik sesuai dengan norma agama dan masyarakat.
C. Penutup
Pemanfaatan TIK untuk pendidikan anak di sekolah semakin
berkembang dan cenderung dijadikan indikasi kemajuan suatu sekolah. Akan tetapi,
hasil penelitian di Indonesia
menunjukkan antara lain bahwa TIK belum diintegrasikan dan dikembangkan dengan
proses belajar-membelajarkan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, penggunaan
TIK di sekolah tidak selalu serta merta dapat mengatasi masalah-masalah
belajar-membelajarkan dan meningkatkan mutu proses dan hasi
belajar-membelajarkan.
Di samping peralatan yang berbasis TIK, di sekolah tersedia
berbagai sumber belajar by desain dan by utilization yang dapat
dimanfaatkan oleh guru dan siswa dalam rangka melaksanakan pendekatan belajar
berbasis aneka sumber. Akan tetapi, keberhasilan pemanfaatan berbagai aneka
sumber (termasuk peralatan TIK), sangat tergantung pada kemampuan, keterampilan,
dan kreativitas guru mengintegrasikannya dalam proses belajar-membelajarkan.
Dalam kenyataanya, peranan guru masih diperlukan dalam proses pendidikan
peserta didik serta belum dapat digantikan sepenuhnya oleh sumber belajar lain.
Oleh karena itu, perlu meningkatkan peran-serta guru dalam merencanakan,
mengadakan, dan memanfaatkan aneka sumber belajar. Kemampuan dan keterampilan
guru dalam memanfaatkan aneka sumber belajar perlu terus menerus ditingkatkan
sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi pendidikan. Kesempatan perlu
diberikan seluas-luasnya kepada guru untuk mengikuti pelatihan, lokakarya,
seminar, atau kerja sama antar guru bidang studi berkaitan dengan pelaksanaan
pendekatan belajar berbasis aneka sumber.
Tersedianya berbagai aneka sumber belajar di sekolah
memerlukan pengelolaan yang dapat menjamin pemanfaatannya secara tepat guna dan
berhasil guna. Untuk itu, perlu dikembangkan PSB di sekolah mulai dari yang
sederhana sampai yang maju dan lengkap. Kehadiran PSB yang dikelola secara professional
dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemanfaatan aneka sumber belajar
di sekolah serta dapat membantu guru dan peserta didik dalam mengatasi berbagai
masalah belajar-membelajarkan.
Untuk mengantisipasi dampak negatif TIK, khususnya informasi
negatif melalui situs-situs yang tidak pantas dilihat di internet, baik guru di
sekolah maupun orangtua di rumah harus sedapat mungkin memberikan pemahaman
tentang sisi negatif pemanfaatan TIK serta menumbuhkan kesadaran agama dan
nilai-nilai budaya yang positif dalam diri peserta didik. Masyarakat juga harus
peduli terhadap dekadensi moral anak muda yang ditimbulkan melalui akses
internet secara bebas di warnet-warnet yang tidak memperhatikan aturan sosial.
Daftar Pustaka
Departemen Pendidikan Nasional. (2006).
Rencana strategis Departemen Pendidikan Nasional 2005 – 2009: Menuju
pembangunan pendidikan nasional jangka panjang 2025. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Dorrell, J. (1993). Resource-based
learning: Using open and flexible learning resources for continous development.
London:
McGraw-Hill Book Company.
Education for Change (2010), BPK GUNUNG
MULIA
Holleman, M. (Ed.). (1990). The role of
the learning resources center in instruction. San Fransisco: Jossey-Bass Inc.
Miarso, Y. (2004). Menyemai benih
teknologi pendidikan. Jakarta Prenada Media bekerja sama dengan Pusat
Monteith, Moura (2000), IT for Learning Enhancement
Oyston, E. (ed). (2003). Centred on
learning: Academic case studies on learning centre development. Aldershot, Hampshire: Ashgate Publishing Limited.
Reigeluth, C. M., & Garfinkle, R.J. (
Eds.). (1994). Systemic change in education. Englewood Cliffs: Educational Technology
Publications.
Reksten, L. (2000) Using technology to
increase student learning. Thousand
Oaks: Corwin Press, Inc.
Seels, B.B. and Richey, R.C.. (1994).
Instructional technology: The definition and domains of the field. Whasington, DC:
AECT.
Sitepu, B.P. (2006). Sekolah Gratis,
Sekolah Tak Berdaya. Perspektif ilmu pendidikan. 14 (VII). (22 – 31). Jakarta: FIP UNJ
Simonson, M.R., & Hargrave, C.P.
(2003). Educational technology: A review of the research. Washington D.C.:
AECT.
UNESCO (2002), Teknologi Komunikasi dan
Informasi dalam Pendidikan, GP Press
UNESCO (2002), Information and
Communication Technologies in Teacher Education: A Planning Guide
Warren, M.D. (2002). Embracing the
information age in public education: An interview with Michael Warren. Vision.
November/December 2002. http://ts.mivu.org/default.asp?show=article&id=1049
Yuhetty, H. (2006). Laporan kajian:
Prakarsa sekolah dalam meningkatkan mutu proses pendidikan (studi kasus pada
sekolah terpilih). Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
http://bptpdisdikjabar.net/content/read/fungsi_teknologi_informasi_dan_komunikasi_dalam_pembelajaran.html
http:// www.wijayalabs.wordpress.com
http://bptpdisdikjabar.net/content/read/fungsi_teknologi_informasi_dan_komunikasi_dalam_pembelajaran.html
http://aristorahadi.wordpress.com/2008/08/23/peran-tik-dalam-pembelajaran/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar