Rabu, 14 Januari 2015

Pendidikan Anak di Era TIK

PENDIDIKAN ANAK DI ERA TIK
(Teknologi Informasi dan Komunikasi)
A. Pendahuluan
Laju perkembangan TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) yang sangat cepat dewasa ini telah menimbulkan implikasi bagi kehidupan masyarakat pada umumnya. Informasi yang semula hanya dikirim melalui tulisan, kini telah sangat mudah dikirim melalui suara, suara bergambar, atau disertai tulisan (data) dengan hadirnya telepon dan handphone yang canggih. Dengan internet, komunikasi kemudian menjadi tanpa jarak. Masyarakat pun banyak yang tidak “gaptek” lagi terutama di kota-kota. Dan, anak-anak sudah mulai terbiasa bermain game atau mencari informasi di warnet.
Dampak positif kemajuan TIK antara lain: memudahkan orang untuk memperoleh informasi dengan cepat, mendapatkan ilmu baru dan wawasan dari negara lain, sebagai sumber belajar di sekolah, memperoleh teman untuk berbagi informasi, bahkan menjadi terkenal di seantero dunia dan sebagainya. Namun, perkembangan TIK juga berdampak negatif bagi masyarakat, terutama bagi anak-anak usia sekolah. Sebab, mereka masih dalam fase tumbuh-kembang sehingga sering kali hanya meniru apa saja yang didengar dan dilihat. Mereka juga dalam fase mencari jati dirinya sehingga informasi negatif, seperti kekerasan, kenakalan remaja, dan pornografi  dapat berbahaya bagi mereka.
Yang lebih memprihatinkan adalah apabila seorang anak ketagihan pornografi dari internet. Awalnya, mungkin ia tidak berniat untuk melihat pornografi dan akan memanfaatkan internet untuk tujuan yang baik. Tetapi, situs porno ini dapat muncul secara tiba-tiba ketika anak mencari bahan informasi untuk tugas sekolahnya atau untuk keperluan lain. Anak yang kecanduan pornografi akan sulit menghentikan kebiasaannya. Ia mungkin merasa bersalah tetapi tidak berani mengutarakan perasaannya kepada orangtuanya. Dalam keadaan cemas, otaknya berputar 2,5 kali lebih cepat dari putaran biasa pada saat normal. Akibatnya, otaknya dapat menciut secara fisik dan tidak berkembang dengan baik. Selain itu, gambar-gambar cabul yang ada di situs porno biasanya akan melekat dan sulit dihilangkan dalam pikiran anak dalam jangka waktu yang lama. Melihat dampak negatif dari pornografi, maka orangtua dan guru harus bertanggung jawab untuk menyelamatkan anak-anaknya dari bahaya tersebut.
Seiring dengan kekhawatiran terhadap dampak negatif TIK, lembaga-lembaga formal dan non-formal pendidikan berlomba untuk meningkatkan peran-aktif-positif TIK dalam pendidikan. John Daniel (Asisten Director for Education UNESCO) menyatakan bahwa sistem pendidikan di dunia dewasa ini telah menunjukkan peningkatan penggunakan TIK dalam mengajarkan pengetahuan untuk menghasilkan kemampuan yang dibutuhkan oleh pelajar pada abad 21. Laporan pendidikan dunia bertajuk "Teacher and Teaching in a Changing World" (UNESCO, 1998), menggambarkan implikasi ICT yang radikal terhadap pengajaran dan pembelajaran konvensional. Hal ini meramalkan transformasi proses pengajaran dan pembelajaran serta cara guru dan pebelajar dalam mengakses pengetahuan dan informasi.
Menghadapi abad ke-21, UNESCO melalui “The International Commission on Education for the Twenty First Century” juga merekomendasikan pendidikan yang berkelanjutan (seumur hidup) yang dilaksanakan berdasarkan empat pilar proses pembelajaran, yaitu: Learning to know (belajar untuk menguasai pengetahuan), Learning to do (belajar untuk menguasai keterampilan), Learning to be (belajar untuk mengembangkan diri), dan Learning to live together (belajar untuk hidup bermasyarakat). Untuk dapat mewujudkan empat pilar pendidikan di era globalisasi informasi ini, para guru sebagai agen pembelajaran perlu menguasai dan menerapkan TIK dalam pembelajaran di sekolah.
Menurut Rosenberg (2001), dengan berkembangnya penggunaan TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) ada lima pergeseran dalam proses pembelajaran yaitu: (1) dari pelatihan ke penampilan, (2) dari ruang kelas ke “di mana” dan “kapan saja”, (3) dari kertas ke “on line” atau saluran, (4) dari fasilitas fisik ke fasilitas jaringan kerja, dan (5) dari waktu siklus ke waktu nyata. Dengan munculnya TIK, profesi guru berkembang dari teacher-centered atau lecture-based instruction menjadi students-centered dengan memanfaatkan lingkungan pembelajaran yang interaktif—sebagaimana dalam teori konstruktivisme. Program desain dan implementasi TIK yang sukses menjadikan guru berperan sebagai mediator, fasilitator, dan motivator pembelajaran merupakan kunci fundamental dari reformasi pendidikan yang sangat cepat. Demikian disebutkan dalam pengantar buku Information and Communication Technologies in Teachers Education yang diedit oleh Paul Resta, 2002.
Tulisan ini mencoba memaparkan tentang perubahan konsep pendidikan anak di era TIK, bagaimana TIK dipergunakan oleh guru dan siswa di sekolah, faktor-faktor yang diperlukan untuk mendukung keberhasilan penggunaan TIK, bagaimana memanfaatkan sumber belajar yang sesuai dengan kebutuhan anak, dan bagaimana membendung arus informasi negatif dari pemanfaatan TIK.
B. Pembahasan
1. Perubahan Konsep Belajar
Kemajuan TIK telah memungkinkan masyarakat secara luas, walaupun belum semua, memperoleh dengan cepat berbagai jenis informasi yang bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan dan keterampilan. Keadaan demikian membuat sekolah sebagai lembaga pendidikan formal tidak lagi mendominasi peran sebagai tempat dan sumber belajar. Ivan Illich (1971), seorang filosof Austria, berpendapat bahwa sekolah di negaranya telah gagal memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada peserta didik sehingga mereka tidak dapat hidup mandiri. Ivan menyatakan ketidaksetujuannya atas sistem dan penyelenggaraan pendidikan nasional di negaranya yang menerapkan program wajib belajar. Ia menyatakan dengan keras perlunya membebaskan masyarakat dari pendidikan (deschooling society). Walaupun tidak terkait langsung dengan pendapat Ivan, dewasa ini tumbuh dan berkembang pula sekolah di rumah (home schooling) sebagai salah satu wujud ketidakpuasan orangtua atas hasil pendidikan di sekolah. (Education for Change, BPK GUNUNG MULIA, 2010)
Meskipun demikian, masih banyak masyarakat yang mempercayakan pendidikan anak-anaknya pada lembaga pendidikan yang secara terus menerus melakukan pembenahan dalam bidang kurikulum, metodologi belajar yang membelajarkan, sarana dan prasarana pendidikan, tak terkecuali Teknologi Informasi dan Komunikasi. Di samping menggunakan berbagai pendekatan belajar yang membelajarkan sesuai dengan kemajuan ilmu pedagogi, pengintegrasian TIK ke dalam proses belajar-membelajarkan merupakan salah satu usaha yang dilakukan banyak sekolah untuk meningkatkan mutu proses dan hasil belajar yang membelajarkan.
Belajar pada hakikatnya merupakan proses interaksi antara pelajar dengan lingkungannya yang dilakukan secara sadar dan terencana untuk mengubah perilaku ke arah yang lebih positif. Pembelajaran adalah suatu proses penciptaan lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Dengan demikian, lingkungan merupakan salah satu unsur yang sangar penting dan tidak dapat diabaikan dalam proses belajar. Definisi belajar menunjukkan bahwa manusia mulai belajar sejak dilahirkan dan hasilnya terlihat pada perubahan kemampuan berpikir (kognitif), berbuat (psikomotorik), atau bersikap (afektif).
Pada awal kehidupannya, anak belajar di lingkungan keluarga, kemudian ke lingkungan sekitarnya, dan dalam perkembangan lebih lanjut ke lembaga pendidikan yang disebut sekolah. Di sekolah, guru merencanakan pengalaman belajar anak dengan menetapkan tujuan, bahan belajar, media, alat peraga, serta proses belajar. Guru menjelaskan bahan pelajaran, bertanya, menjawab pertanyaan, memotivasi, mengawasi, dan menilai hasil belajar anak. Tugas utama guru adalah mengajar dan tugas utama anak sebagai peserta didik adalah belajar.
Proses belajar pesera didik sangat bergantung pada guru yang memberlakukan peserta didik sebagai objek dan subjek belajar. Di dalam kelas dipergunakan papan tulis, buku, dan alat peraga untuk membantu guru mengajar. Sesuai dengan perkembangan kurikulum dan metode mengajar, secara bertahap sekolah dilengkapi dengan perpustakaan dan berbagai laboratorium (laboratorium fisika, kimia, IPA, dan bahasa) atau tempat praktik untuk sekolah kejuruan. Dalam konteks belajar yang demikian, lingkungan sekolah yang dibatasi oleh pagar dan ruang kelas yang dibatasi oleh dinding, lantai dan langit-langit merupakan dunia belajar peserta didik. (Regeluth & Garfinkle, 1994).
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam belajar dan membelajarkan membuat sumber belajar juga berkembang secara pesat di dalam dan di luar lembaga pendidikan. Perkembangan ini dapat dilihat dari pendekatan belajar-membelajarkan yang pada awalnya mengandalkan guru dan buku sebagai sumber belajar utama, pada era sekarang ini TIK menjadi sumber belajar utama di samping guru. Tempat belajar peserta didik kini berubah dari lingkungan sekolah dan kelas menjadi dunia tanpa batas formal.
Demikian pesatnya perkembangan TIK sehingga mengubah fungsi guru yang semula sebagai pengajar menjadi pembelajar dengan tugas utama sebagai perencana, fasilitator, tutor, dan motivator. Pertemuan tatap muka secara teratur dengan guru di tempat dan waktu yang terjadwal dapat digantikan dengan menggunakan TIK melalui sistem belajar jarak jauh (distance learning). Di sisi lain, belajar pun menjadi lebih terbuka, tidak dibatasi lagi oleh usia, tempat, status sosial, jenis kelamin, pekerjaan, waktu serta cara belajar setiap orang (open learning). Dengan perkataan lain, tidak ada diskriminasi dalam belajar dan orang dapat belajar sesuai dengan kemampuan intelektual dan fisiknya. Di samping itu, setiap orang dapat menggunakan berbagai sumber belajar sesuai dengan kebutuhan dan gaya belajarnya (flexibel learning).
2. Beberapa Kegunaan TIK
Tersedianya berbagai alat dan bentuk TIK yang semakin maju dewasa ini memudahkan setiap orang dapat memperoleh berbagai informasi secara cepat, akurat, dan mutakhir. Walaupun tidak semuanya bermanfaat, apabila dipilih secara tepat, informasi itu dapat dijadikan salah satu sumber dalam mempelajari fakta, konsep, dan prosedur. Tersedianya perpustakaan elektronik on-line memungkinkan penjelajahan ke berbagai perpustakaan di dunia dan memperoleh informasi untuk berbagai keperluan belajar. Bahkan akhir-akhir ini, telepon genggam memiliki berbagai kemampuan sehingga dapat dipergunakan untuk memperoleh informasi dari internet dalam berbagai tampilan visual, audio, dan audiovisual.
Di samping sebagai sumber berbagai jenis informasi yang melimpah, TIK dapat dipergunakan untuk menyimpan, mengolah/memanipulasi, menyajikan, mengirim data atau informasi. Dengan menggunakan word processor dan spreadsheet, peserta didik dapat mengembangkan kemampuan menulis, mengolah/memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan data. Program komputer, seperti animasi dan flash, dapat dipergunakan untuk melakukan berbagai percobaan dan praktik simulasi yang keakuratannya tidak berbeda dengan praktik di laboratorium. Kemampuan TIK dan penggunaannya secara tepat dapat membuat peserta didik aktif, kreatif, inovatif, senang dan termotivasi untuk terus belajar, serta dapat mendorong dan meningkatkan kemampuan berpikir mereka ke tingkat lebih tinggi (high-thinking order). Di samping itu, peserta didik dapat terdorong berpikir secara logis, kritis, kreatif, dan inovatif dalam memecahkan berbagai masalah.
Apabila telah terbiasa menggunakan TIK, peserta didik dapat mengalami perubahan sikap terhadap belajar dari perasaan yang tidak senang, sulit, menakutkan dan membosankan menjadi kegiatan yang mengasyikkan dan menyenangkan. Sikap peserta didik terhadap teknologi pun dapat berubah, dari anggapan bahwa teknologi itu rumit dan sulit menjadi sesuatu yang mudah, praktis, dan sangat membantu dalam berbagai keperluan. Mereka pun menganggap TIK sebagai teman yang menyenangkan dalam belajar dan membuat mereka gemar, terbiasa, dan gandrung belajar.
Di sisi lain, TIK dapat membantu guru mempersiapkan dan mengelola proses belajar-membelajarkan lebih efektif dan efisien dalam mencapai tujuan pembelajaran. Dengan mengacu pada tujuan dan bahan belajar, guru dapat merancang model-model pembelajaran dengan menggunakan aneka sumber belajar sesuai dengan gaya belajar masing-masing peserta didik. Dengan menggunakan multimedia serta berbagai program perangkat lunak komputer, guru dapat merancang proses pembelajaran yang interaktif, menarik, dan efektif, serta mampu membuat peserta didik belajar aktif dan mandiri.
Perkembangan perangkat keras dan perangkat lunak TIK begitu cepat dan kemajuannya sukar dapat dipredikasi. Pada tahun 1990an, masih banyak komputer menggunakan pentium satu dan pentium dua, sedangkan laptop atau note book masih dianggap barang langka dan mahal sehingga hanya orang-orang tertentu yang dapat memiliki dan memakainya. Fasilitas telepon genggam pun masih terbatas dan pada umumnya dipergunakan hanya untuk menelpon. Akan tetapi, tidak sampai 10 tahun kemudian, perangkat keras dan perangkat lunak komputer berkembang begitu cepat dan canggih sehingga dapat dipergunakan tidak hanya untuk mengetik dan menghitung, tetapi juga dapat difungsikan sebagai otak buatan (artificial intelligence) yang mampu secara cepat menyimpan, mengolah, menganalisis, serta menampilakan data dan informasi untuk berbagai keperluan dengan beraneka ragam tampilan. Komputer grafis dan animasi dapat menciptakan lingkungan virtual sehingga orang dapat melihat dan berinteraksi dengan dunia buatan (artifisial) tiga dimensi. Dengan menggunakan internet, informasi begitu mudahnya diperoleh dan dikirim atau disebarluaskan dalam perhitungan detik ke seluruh pelosok dunia.
Telepon genggam juga berkembang begitu dahsyat sehingga dipergunakan tidak hanya sebagai alat untuk menelepon saja tetapi juga untuk merekam, menyimpan, dan mengirim pesan tertulis, suara, dan gambar serta dapat mengakses berbagai informasi dari internet. Alat ini dilengkapi berbagai fasilitas untuk menghitung angka (kalkulator), waktu (stopwatch), dan agenda harian (organizer) dengan harga yang dapat dijangkau oleh semakin banyak orang.
Kemajuan TIK memudahkan orang memperoleh informasi apa saja, kapan saja, dan di mana saja, sehingga dikatakan juga bahwa dewasa ini informasi itu tersedia di ujung jari dan cara memperolehnya bergantung pada keterampilan menggunakan ujung jari serta kebermanfaatannya bergantung pada kemampuan memilih dan menggunakannya secara tepat. Dengan demikian, tantangan kini ialah bagaimana menyediakan dan menggunakan TIK di lembaga pendidikan sebagai sumber peningkatkan mutu proses dan hasil belajar-membelajarkan
3. Pemanfaatan TIK untuk Pendidikan
Teknologi yang menghasilkan produk dalam bentuk perangkat keras atau perangkat lunak pada awalnya bukanlah semata-mata dimaksudkan untuk keperluan pendidikan. Akan tetapi kemudian, produk teknologi itu juga merambah ke lembaga-lembaga pendidikan serta dimanfaatkan untuk kegiatan belajar-membelajarkan. Dengan menggunakan teknologi, diharapkan kegiatan belajar-membelajarkan dapat diselenggarakan lebih efektif, efisien, kreatif, inovatif, dan menyenangkan. Sejak tahun 1973, Levie dan Dicky menyatakan (dalam Educational Technology: A Review of the Research, 1993) bahwa hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa produk teknologi lebih berfungsi sebagai alat penyampai pesan dan tidak menentukan keberhasilan peningkatan hasil belajar peserta didik. Yang jauh lebih berperan ialah isi bahan belajar dan pengemasannya, karakteristik peserta didik, serta lingkungan belajar. Lebih jauh diketahui pula bahwa kecanggihan teknologi yang dipergunakan, misalnya dalam belajar berbasis atau berbantuan komputer (computer based learning) dan belajar di dunia maya (virtual learning) serta merta menjamin meningkatkan hasil belajar siswa lebih tinggi dibandingkan dengan pembelajaran konvensional (interaksi langsung peserta didik dengan guru).
TIK dalam proses belajar-membelajarkan memang sangat membantu untuk keperluan belajar jarak jauh karena dapat mengatasi jarak antara peserta didik dengan guru. Akan tetapi, hasil belajar masih tetap ditentukan oleh isi dan pengemasan bahan belajar serta karakteristik peserta didik. Keberhasilan penggunaan TIK tergantung pada bagaimana guru memilih, menyusun, mengemas, dan menyajikan bahan belajar serta bagaimana peserta didik menanggapi dan mempelajarinya. Hal ini berarti bahwa sikap, kemampuan, dan keterampilan guru dan peserta didik ikut menentukan keberhasilan penggunaan TIK mengatasi berbagai kesulitan dalam proses belajar-membelajarkan.
Kebermanfaatan TIK membantu pemerataan memperoleh informasi yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil belajar-membelajarkan, mendorong Pemerintah Indonesia menerbitkan berbagai kebijakan serta melaksanakan berbagai program. Dalam Rencana Starategis Departemen Pendidikan Nasional 2005 – 2009 (Depdiknas: 2006) disebutkan antara lain: Kebijakan tentang Nusantara-21, Instruksi Presiden Nomor 50 Tahun 2000 tentang Tim Koordinasi Telematika Indonesia, Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2001 tentang pengembangan dan pendayagunaan telematika, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang penyiaran, dan Keppres Nomor 20 Tahun 2006 tentang Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional. Di samping itu di tingkat Departemen, Departemen Pendidikan Nasional pada tahun 2007 menerbitkan beberapa kebijakan tentang pengembangan TIK, di antaranya adalah: Kepmendiknas Nomor 50/P/2007 tentang Tim Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan Nasional.
Program meningkatkan TIK dalam pendidikan pada umumnya telah dilaksanakan dalam berbagai bentuk, antara lain Universal Services Obligation (USO) yang dimulai tahun 2003 untuk meningkatkan kesempatan bagi masyarakat di pedesaan agar dapat menikmati fasilitas layanan telekomunikasi. Program USO berkaitan dengan pengembangan TIK pendidikan berkenaan dengan ketersediaan jaringan telekomunikasi yang akan memberikan kesempatan bagi sekolah terutama di wilayah terpencil agar memiliki akses terhadap sumber belajar. Di samping itu terdapat pula program One School One Computer’s Lab (OSOL) OSOL didasarkan atas Kepmen Kominfo No. 17/Kep/M.KOMINFO/4/2003 tentang pemanfaatan TIK di sekolah yang minimal harus memiliki satu laboratorium komputer. OSOL dimaksudkan untuk memudahkan sistem belajar-mengajar, meningkatkan kualitas pendidikan, pemanfaatan teknologi serta memacu semangat belajar siswa.
Secara nasional diselenggarakan Televisi Edukasi (TVE) yang diresmikan Menteri Pendidikan Nasional pada tahun 2004 dengan visi: “menjadi stasiun televisi pendidikan yang santun dan mencerdaskan”, serta misi: mencerdaskan masyarakat, menyajikan keteladanan, menyebarkan informasi dan kebijkan pendidikan, serta memotivasi masyarakat agar gemar belajar. Sasaran TVE adalah peserta didik di semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan, praktisi pendidikan dan masyarakat. Sementara itu, dikembangkan pula Wide Area Network KOTA (WAN-kota) yang merupakan salah satu program pengembangan pembelajaran melalui TIK. WAN-kota dibuat dengan menghubungkan antar lembaga pelatihan dan pendidikan melalui Dikmenjur dengan sekolah yang ada di perkotaan.
Pengelolaan pengembangan TIK dilakukan melalui Jardiknas, dengan mencoba integrasi TIK dalam pembelajaran, pemanfaatan TIK dalam pengelolaan manajemen pendidikan dan berbagai kegiatan pendidikan. Jardiknas dimanfaatkan untuk peningkatan kecepatan layanan informasi secara integral, interaktif, lengkap, akurat dan mudah didapat; memberikan pelayanan data dan informasi secara terpadu; menciptakan budaya transparan dan akuntabel; merupakan media promosi pendidikan yang handal; meningkatkan komunikasi dan interaksi lokal maupun internasional; mengakses berbagai bahan ajar; dan meningkatkan efisiensi berbagai kegiatan pendidikan. Terdapat berbagai program dan kegiatan lain yang dilakukan Pemerintah bersama-sama pihak swasta untuk menghadirkan TIK di lembaga-lembaga pendidikan. Contoh-contoh yang dikemukakan adalah bagaimana proses belajar-membelajarkan diupayakan berbasis teknolgi serta mengintegerasikan TIK dalam proses pendidikan.
Teknologi informasi dan komunikasi sudah merambah ke sekolah-sekolah dan menjadi salah satu indikator kemajuan dan kebanggaan sekolah, tetapi hasil penelitian di berbagai negara, termasuk di Indonesia, menunjukkan bahwa pemanfaatan teknologi itu tidak serta merta meningkatkan mutu proses dan hasil belajar secara signifikan. Sebagai contoh, hasil Ujian Negara untuk SMA pada tahun 2010 secara nasional turun sekitar 4 % dari tahun sebelumnya. Penurunan ini juga terjadi di kota Jakarta yang sekolah-sekolahnya pada umumnya telah dilengkapi dengan berbagai media elektronik termasuk komputer dalam proses belajar-membelajarkan. Banyak SMA Negeri dan Swasta memiliki komputer dan LCD di dalam kelas dan peserta didik dengan mudah dapat menggunakan komputer terkoneksi dengan internet di sekolah, rumah, atau di warung-warung internet (warnet).
4. Bagaimana Guru Memanfaatkan TIK
Teknologi Informasi dan Komunikasi telah hadir di sekolah, dan guru serta peserta didik telah menggunakannya dalam proses belajar-membelajarkan. Akan tetapi, keadaan ini belum dapat meningkatkan mutu proses dan hasil belajar secara signifikan seperti yang diharapkan karena berbagai hambatan.
Pertama, guru sendiri belum dapat menggunakan teknologi itu sebagai sumber belajar secara tepat. Hal ini disebabkan, kebanyakan guru belum memperoleh pelatihan bagaimana membuat dan mengembangkan instructional design (rancangan pembelajaran) dengan benar. Mereka pada umumnya belajar sendiri menggunakan komputer dalam membuat power point sehingga pengemasan pesan dan tampilannya pun tidak membuat proses belajar membelajarkan menjadi lebih sistematis, kreatif, efisien, efektif, dan menyenangkan. Sebagai contoh, penyajian bahan belajar dengan menggunakan power point dapat membingungkan peserta didik karena setiap tampilan padat dengan teks serta menggunakan huruf yang tidak dapat terbaca dengan jelas karena ukuran huruf terlalu kecil atau diberikan latar belakang yang berlebihan dan tidak kontras dengan warna huruf. Penggunaan animasi yang tidak sesuai dapat juga mengganggu konsentrasi peserta didik. Penggunaan komputer dan LCD demikian tidak lebih baik daripada overhead projector (OHP), dan fungsinya bukan sebagai alat bantu belajar peserta didik tetapi alat bantu guru dalam menyampaikan bahan belajar. Padahal, penggunaan media itu diharapkan terutama untuk memudahkan peserta didik mempelajari dan memahami pelajaran bukan untuk memudahkan guru menyampaikannya. Proses belajar-membelajarkan demikian tidak dapat disebut berbasis teknologi.
Kedua, masih banyak guru yang belum terbiasa mencari informasi di internet untuk memperkaya pengetahuan peserta didik. Mereka kurang termotivasi membiasakan diri mengunakan internet sebagai sumber belajar, mungkin karena tidak memiliki akses di sekolah atau di rumah. Bahkan tidak tertutup kemungkinan masih terdapat guru di kota-kota besar yang buta/gagap teknologi serta tidak termotivasi untuk mempelajarinya karena merasa ribet dan merepotkan padahal mereka sudah mendekati usia pensiun.
Ketiga, belum tersedia tenaga khusus dan profesional di sekolah yang dapat membantu guru dalam menggunakan teknologi informasi untuk keperluan belajar-membelajarkan. Secanggih apapun TIK, ia hanyalah alat yang bermanfaat dalam proses belajar-membelajarkan apabila diisi dengan bahan pelajaran dan dikemas sesuai dengan kaidah-kaidah pedagogik serta dipergunakan secara tepat. Kemampuan dan keterampilan mengintegrasikan TIK ke dalam proses belajar-membelajarkan mungkin belum dipelajari guru ketika masih kuliah di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Akan tetapi, dewasa ini telah ada program studi Teknologi Pendidikan di beberapa LPTK yang menghasilkan tenaga kependidikan untuk membantu guru merancang dan mengembangkan desain pembelajaran termasuk mengintegrasikan TIK ke dalam proses belajar-membelajarkan. Di samping itu, tenaga khusus ini juga diperlukan mengatasi kerusakan perangkat keras atau perangkat lunak termasuk dalam memasang (install) program-program tertentu.
Keempat, pengadaan dan penggunaan komputer di sekolah belum berdasarkan keperluan belajar dan pembelajaran. Tidak jarang sekolah mengadakan perangkat komputer termasuk perangkat lunaknya dalam jumlah yang cukup banyak dan menempatkannya di suatu ruang yang kemudian diberi nama Laboratorium Komputer. Pengadaan dan pengaturan perangkat keras dan perangkat lunak komputer itu tidak dilakukan berkordinasi dengan guru-guru bidang studi, sehingga perangkat lunak yang tersedia tidak memenuhi kebutuhan bidang studi dan pemakaiannya tidak terintegrasi dengan proses belajar-membelajarkan.
Kelima, perawatan rutin dan penambahan perangkat keras dan perangkat lunak memerlukan dana yang belum tentu dapat disediakan sekolah. Perangkat keras komputer juga memerlukan perawatan dan pada kurun waktu tertentu memerlukan penggantian komponen tertentu. Di samping itu, perangkat lunaknya juga perlu dimutakhirkan dan dibersihkan dari berbagai virus. Hal ini kadang-kadang kurang diperhitungkan oleh sekolah ketika mengadakan komputer, sehingga dalam perjalanannya terdapat peralatan TIK yang tidak dapat dimanfaatkan dengan baik.
Dari uraian tersebut, kemajuan dan pemanfaatan teknologi di dalam pendidikan harus diselaraskan dengan proses belajar yang membelajarkan peserta didik tetapi tidak boleh menggantikan fungsi dan peranan guru. Teknologi memang mendudukkan guru pada peranan yang berbeda dari sebelumnya; fungsi dan peranan guru diharapkan lebih banyak pada merancang dan mengembangkan desain pembelajaran (designer), mengelola pembelajaran (manager), tutor, dan motivator. Dengan perkataan lain, di samping dalam mengembangkan kemampuan emosional dan sosial peserta didik, kehadiran guru sangat diperlukan dalam membuat rancangan belajar-membelajarkan, mengelola proses, dan melakukan evaluasi hasil belajar-membelajarkan peserta didik. Kebermanfaatan penggunaan teknologi untuk mencapai tujuan belajar-membelajarkan ditentukan oleh kemampuan guru dalam mendayagunakannya secara tepat.
Pengalaman dan penelitian menunjukkan bahwa penggunaan teknologi canggih tidak serta merta membuat mutu proses dan hasil belajar-membelajarkan meningkat, terlebih-lebih jika guru belum terampil menggunakannya secara tepat. Peralatan TIK, seperti komputer dan LCD, pada umumnya dipergunakan oleh guru dalam proses belajar-membelajarkan di sekolah cenderung untuk membantu guru menyampaikan bahan pelajaran bukan untuk membantu dan memudahkan siswa belajar. Penggunaan TIK yang terintegrasi dengan kegiatan belajar-membelajarkan belum dilakukan sebagaimana mesetinya
Akan tetapi, penggunaan TIK di sekolah sering menjadi daya tarik dan ukuran bagi peserta didik dan orangtua dalam memilih sekolah. Ketersediaan peralatan TIK di sekolah juga sering menjadi kebanggaan sekolah dan dianggap sebagai salah satu indikator sekolah yang maju. Diakui bahwa penggunaan TIK secara tepat dapat meningkatkan mutu proses dan hasil belajar-membelajarkan. Akan tetapi, pengadaan dan pemanfaatan teknologi itu memerlukan dana yang cukup besar sementara masih banyak sekolah khususnya di luar perkotaan tidak mampu menyediakannya. Dengan demikian, pemanfaatan TIK dapat menciptakan kesenjangan mutu dan daya tarik antar sekolah dan kadang kala dapat membuat guru dan peserta didik di sekolah yang tidak mampu menyediakan teknologi itu menjadi rendah diri dan apatis.
5. Pengelolaan Sumber Belajar di Sekolah
Sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan oleh peserta didik untuk memudahkannya melakukan kegiatan dalam mencapai tujuan belajar. Di samping peralatan teknologi informasi, berbagai laboratorium dan alat praktik merupakan sumber belajar. Dilihat dari pembuatan dan peruntukkannya, sumber belajar dapat juga dikelompokkan menjadi sumber belajar by design dan sumber belajar by utilization. Yang pertama adalah segala sumber belajar yang sengaja dirancang dan dibuat untuk keperluan belajar-membelajarkan seperti laboratorium fisika, kimia, biologi, atau bahasa serta perpustakaan di sekolah. Sedangkan yang kedua ialah segala sumber belajar yang dirancang dan dibuat bukan untuk keperluan belajar-membelajarkan tetapi dapat dimanfaatkan untuk keperluan itu seperti museum, pasar, dan rumah ibadah. Bahkan, untuk berbagai kegiatan dan tujuan belajar, alam dapat dijadikan sebagai sumber belajar.
Dengan tersedianya berbagai sumber belajar serta dengan berkembangnya pendekatan belajar-membelajarkan berbasis aneka sumber untuk memenuhi kebutuhan belajar peserta didik, maka pengadaan, pengelolaan, serta pemanfaatan sumber-sumber belajar di sekolah perlu dilakukan secara tererencana dan terkoordinasi. Untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi penggunaan berbagai sumber belajar yang diadakan perlu dijejaki kemungkinaan pendirian Pusat Sumber Belajar (PSB) di masing-masing sekolah. PSB ini dapat dijadikan wadah untuk membantu guru untuk mengintegrasikan proses belajar-membelajarkan dengan pemanfaatan sumber belajar yang tersedia di sekolah. Dengan menyediakan pengelola yang profesional, masing-masing guru dapat dibantu mengembangkan desain pembelajaran berbasis aneka sumber yang kreatif dan inovatif sehingga dapat mewujudkan pembelajaran yang aktif dan menyenangkan.
Pengelolaan sumber belajar secara terkoordinasi dalam wadah PSB dimulai dari tahap perencanaa, pelaksanaan, pengembangan, pemanfaatan, dan evaluasi sumber-sumber belajar yang dalam semua kegiataanya mengikutsertakan kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan lainnya. PSB ini juga berfungsi untuk membantu guru mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya dalam melaksanakan pembelajaran di kelas serta membantu peserta didik mengatasi masalah-masalah belajar dengan memanfaatkan aneka sumber belajar. Dengan demikian, PSB dapat memberikan kesempatan belajar yang lebih terbuka bagi peserta didik dan melayani kebutuhan guru dalam menerapkan kemampuan professional dan kemampuan pedagogiknya. Pada gilirannya, keberadaan dan kegiatan PSB dapat dijadikan indikator mutu pendidikan di sekolah.
6. Mengantisipasi Dampak Negatif TIK
Untuk mengantisipasi dampak negatif dari TIK, khususnya banjir informasi negatif dari internet, orangtua perlu melakukan hal-hal berikut:
a.   Orangtua perlu memiliki pengetahuan tentang TIK, khususnya internet. Dengan pengetahuan tersebut, orangtua dapat mengetahui bahwa TIK itu ternyata juga berdampak negatif apabila disalahgunakan pemanfaatannya.
b.   Penting bagi orangtua dan guru untuk menanamkan rasa takut terhadap Tuhan, sehingga ketika anak mengakses informasi yang tidak baik dari internet, ia akan segera menyadari bahwa dirinya sedang dilihat dan diawasi oleh Tuhan, meskipun orangtua tidak sedang mendampinginginya.
c.   Letakkan komputer di tempat yang mudah dilihat. Meletakkan sebuah komputer yang terhubung dengan Internet di kamar anak-anak sangat berbahaya karena mereka dapat leluasa mengakses situs-situs yang tidak baik tanpa diketahui orangtua. Selain itu, umumnya mereka lebih tergoda untuk memanfaatkan jaringan internet tersebut untuk bermain games, bukan untuk belajar. Sebaliknya, dengan meletakkan di tempat terbuka, misalnya di ruang keluarga, orangtua dapat memantau situs apa saja yang dibuka anaknya.
d.   Bantulah agar anak dapat membuat keputusan sendiri dalam memafaatkan internet. Sebab, orangtua tidak dapat mengawasi anak 24 jam. Selanjutnya, biasakan anak-anak untuk mengambil keputusan mulai dari hal-hal yang kecil. Misalnya, memutuskan untuk menggunakan pakaian yang pantas. Dengan demikian, ketika orangtua tidak sedang mendampinginya dan saat itu muncul situs yang tidak pantas dilihat (porno), mereka dapat mengambil tindakan yang tepat.
e.   Batasi penggunaan Internet bagi anak. Jangan biarkan anak-anak terlalu asyik di dunia maya. Tetapkan berapa lama Internet boleh digunakan dan situs apa saja yang boleh diakses. Jelaskan hal ini kepada anak-anak dan bantu mereka untuk memahami keputusan ini.
f.    Jaga komunikasi yang baik dengan anak. Orangtua harus meluangkan waktu untuk bercanda dengan anak dan berkomunikasi dengan terbuka. Komunikasi yang baik dan penuh keakraban dengan anak akan memudahkan orangtua untuk menanamkan nilai-nilai moral.
g.   Mengawasi pergaulan anak dengan mengatahui siapa teman sepermainannya.
Selain orangtua, yang memiliki peran dalam pendidikan anak di era TIK adalah sekolah, dalam hal ini, guru. Guru harus selalu memberikan pengarahan dan pembinaan tentang dampak negatif dari teknologi terutama internet. Agama dan moral harus dijadikan landasan utama dalam pembelajaran di sekolah. Guru harus selalu mengingatkan pada anak didik tentang adanya hal-hal negatif sebagai dampak dari perkembangan TIK. Lebih lanjut, guru harus selalu memberikan arahan agar anak selalu ingat bahwa semua perbuatannya akan dilihat oleh Tuhan dan harus dipertanggungjawabkan kepada-Nya. Dengan demikian, tantangan bagi guru di era TIK ini sangatlah besar, karena guru harus selalu mengajarkan nilai-nilai positif yang sejalan dengan agama maupun budaya.
Dalam pendidikan anak di era TIK, pengawasan oleh masyarakat pun perlu dilakukan. Masyarakat harus peduli dan ikut mengawasi pergaulan anak-anak yang negatif. Misalnya, apabila ada aktivitas anak-anak yang menyimpang, maka masyarakat bisa menegur dan melaporkannya ke sekolah atau keluarganya. Keberadaan warnet yang menjamur di kota-kota juga perlu ikut diawasi oleh masyarakat, jangan sampai keberadaan warnet menjadi tempat anak-anak untuk berbuat yang negatif. Dengan adanya kerjasama dari orangtua, guru dan masyarakat dalam membendung dampak negatif dari TIK, maka anak-anak akan tumbuh menjadi pemuda harapan bangsa yang berprestasi dan selalu berperilaku yang baik sesuai dengan norma agama dan masyarakat.
C. Penutup
Pemanfaatan TIK untuk pendidikan anak di sekolah semakin berkembang dan cenderung dijadikan indikasi kemajuan suatu sekolah. Akan tetapi, hasil penelitian di Indonesia menunjukkan antara lain bahwa TIK belum diintegrasikan dan dikembangkan dengan proses belajar-membelajarkan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, penggunaan TIK di sekolah tidak selalu serta merta dapat mengatasi masalah-masalah belajar-membelajarkan dan meningkatkan mutu proses dan hasi belajar-membelajarkan.
Di samping peralatan yang berbasis TIK, di sekolah tersedia berbagai sumber belajar by desain dan by utilization yang dapat dimanfaatkan oleh guru dan siswa dalam rangka melaksanakan pendekatan belajar berbasis aneka sumber. Akan tetapi, keberhasilan pemanfaatan berbagai aneka sumber (termasuk peralatan TIK), sangat tergantung pada kemampuan, keterampilan, dan kreativitas guru mengintegrasikannya dalam proses belajar-membelajarkan. Dalam kenyataanya, peranan guru masih diperlukan dalam proses pendidikan peserta didik serta belum dapat digantikan sepenuhnya oleh sumber belajar lain. Oleh karena itu, perlu meningkatkan peran-serta guru dalam merencanakan, mengadakan, dan memanfaatkan aneka sumber belajar. Kemampuan dan keterampilan guru dalam memanfaatkan aneka sumber belajar perlu terus menerus ditingkatkan sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi pendidikan. Kesempatan perlu diberikan seluas-luasnya kepada guru untuk mengikuti pelatihan, lokakarya, seminar, atau kerja sama antar guru bidang studi berkaitan dengan pelaksanaan pendekatan belajar berbasis aneka sumber.
Tersedianya berbagai aneka sumber belajar di sekolah memerlukan pengelolaan yang dapat menjamin pemanfaatannya secara tepat guna dan berhasil guna. Untuk itu, perlu dikembangkan PSB di sekolah mulai dari yang sederhana sampai yang maju dan lengkap. Kehadiran PSB yang dikelola secara professional dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemanfaatan aneka sumber belajar di sekolah serta dapat membantu guru dan peserta didik dalam mengatasi berbagai masalah belajar-membelajarkan.
Untuk mengantisipasi dampak negatif TIK, khususnya informasi negatif melalui situs-situs yang tidak pantas dilihat di internet, baik guru di sekolah maupun orangtua di rumah harus sedapat mungkin memberikan pemahaman tentang sisi negatif pemanfaatan TIK serta menumbuhkan kesadaran agama dan nilai-nilai budaya yang positif dalam diri peserta didik. Masyarakat juga harus peduli terhadap dekadensi moral anak muda yang ditimbulkan melalui akses internet secara bebas di warnet-warnet yang tidak memperhatikan aturan sosial.
Daftar Pustaka
Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Rencana strategis Departemen Pendidikan Nasional 2005 – 2009: Menuju pembangunan pendidikan nasional jangka panjang 2025. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Dorrell, J. (1993). Resource-based learning: Using open and flexible learning resources for continous development. London: McGraw-Hill Book Company.
Education for Change (2010), BPK GUNUNG MULIA
Holleman, M. (Ed.). (1990). The role of the learning resources center in instruction. San Fransisco: Jossey-Bass Inc.
Miarso, Y. (2004). Menyemai benih teknologi pendidikan. Jakarta Prenada Media bekerja sama dengan Pusat
Monteith, Moura (2000),  IT for Learning Enhancement
Oyston, E. (ed). (2003). Centred on learning: Academic case studies on learning centre development. Aldershot, Hampshire: Ashgate Publishing Limited.
Reigeluth, C. M., & Garfinkle, R.J. ( Eds.). (1994). Systemic change in education. Englewood Cliffs: Educational Technology Publications.
Reksten, L. (2000) Using technology to increase student learning. Thousand Oaks: Corwin Press, Inc.
Seels, B.B. and Richey, R.C.. (1994). Instructional technology: The definition and domains of the field. Whasington, DC: AECT.
Sitepu, B.P. (2006). Sekolah Gratis, Sekolah Tak Berdaya. Perspektif ilmu pendidikan. 14 (VII). (22 – 31). Jakarta: FIP UNJ
Simonson, M.R., & Hargrave, C.P. (2003). Educational technology: A review of the research. Washington D.C.: AECT.
UNESCO (2002), Teknologi Komunikasi dan Informasi dalam Pendidikan, GP Press
UNESCO (2002), Information and Communication Technologies in Teacher Education: A Planning Guide
Warren, M.D. (2002). Embracing the information age in public education: An interview with Michael Warren. Vision. November/December 2002. http://ts.mivu.org/default.asp?show=article&id=1049
Yuhetty, H. (2006). Laporan kajian: Prakarsa sekolah dalam meningkatkan mutu proses pendidikan (studi kasus pada sekolah terpilih). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
http://bptpdisdikjabar.net/content/read/fungsi_teknologi_informasi_dan_komunikasi_dalam_pembelajaran.html
http:// www.wijayalabs.wordpress.com
http://bptpdisdikjabar.net/content/read/fungsi_teknologi_informasi_dan_komunikasi_dalam_pembelajaran.html
http://aristorahadi.wordpress.com/2008/08/23/peran-tik-dalam-pembelajaran/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar