Robiatul
Munajah
7526140382
Kelas
: Dikdas B
RANCANGAN (KONSEPTUAL) CARA MENTRANSFORMASI ICT (TIK)
DALAM PENDIDIKAN
Dengan melihat isi dari kurikulum, kita harus
mengintegrasikan TIK dalam proses belajar mengajar di Sekolah Dasar bukan hanya
untuk mata pelajaran teknologi dan informasi saja. Melihat kondisi TIK pada
saat ini dan perkembangannya di masa datang, seorang guru harus mempersiapkan
diri dan melakukan perencanaan yang matang dalam mengimplementasikan TIK di
Sekolah.
Apa lagi untuk menghadapi abad ke-21, UNESCO melalui “The
International Commission on Education for the Twenty First Century”
merekomendasikan pendidikan yang berkelanjutan (seumur hidup) yang dilaksanakan
berdasarkan empat pilar proses pembelajaran, yaitu:
- Learning
to know (belajar untuk menguasai. pengetahuan);
- Learning
to do (belajar untuk menguasai keterampilan );
- Learning
to be (belajar untuk mengembangkan diri);
- Learning to live together (belajar
untuk hidup bermasyarakat).
Untuk dapat mewujudkan empat pilar pendidikan di era globalisasi informasi
sekarang ini, para guru sebagai agen pembelajaran perlu menguasai dan
menerapkan TIK dalam pembelajaran di sekolah. Keperluan akan penguasaan TIK
telah diantisipasi oleh pemerintah dalam hal ini oleh Departemen Pendidikan
Nasional (Depdiknas) dengan dimasukkannya kurikulum TIK dalam kurikulum 2004
dan sekarang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mulai dari
pendidikan dasar sampai ke perguruan tinggi. Diharapkan dengan
diimplementasikannya kurikulum TIK ini akan meningkatkan kualitas proses
pengajaran, kualitas penilaian kemajuan siswa, dan kualitas administrasi
sekolah.
Dalam kaitan ini guru memegang peran yang amat penting
dan harus menguasai seluk beluk TIK dan yang lebih penting lagi adalah
kemampuan memfasilitasi pembelajaran anak secara efektif. Peran guru sebagai
pemberi informasi harus bergeser menjadi manajer pembelajaran dengan sejumlah
peran-peran tertentu, karena guru bukan satu-satunya sumber informasi melainkan
hanya salah satu sumber informasi.
Di dalam proses belajar-mengajar tentunya ada subjek
dan objek yang berperan secara aktif, dinamik dan interaktif di dalam ruang
belajar, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Guru dan siswa sama-sama
dituntut untuk membuat suasana belajar dan proses transfer of knowledge–nya
berjalan menyenangkan serta tidak membosankan. Oleh karena itu penataan peran
Guru dan siswa di dalam kelas yang mengintegrasikan TIK di dalam pembelajaran
perlu dipahami dan dimainkan dengan sebaik-baiknya. Kini di era pendidikan
berbasis TIK, peran Guru tidak hanya sebagai pengajar semata namun sekaligus
menjadi fasilitator, kolaborator, mentor (penasehat), pelatih, pengarah dan
teman belajar bagi siswa. Karenanya Guru dapat memberikan pilihan dan tanggung
jawab yang besar kepada siswa untuk mengalami peristiwa belajar. Berdasarkan buku ICT Transforming Education: A Regional Guide, saya mencoba untuk membuat
rancangan (konseptual) cara mentransformasi TIK dalam pendidikan disekolah
dasar.
Tahapan Integrasi TIK Model integrasi TIK memiliki dua dimensi: teknologi
dan pedagogi. Teknologi merujuk untuk semua teknologi informasi dan komunikasi
(TIK), dan pedagogi adalah seni dan ilmu mengajar. Dimensi teknologi adalah
sebuah kontinum yang mewakili jumlah dari penggunaan TIK yang semakin
meningkat/beragam. Dimensi pedagogi juga sebuah kontinum dan mewakili perubahan
praktek mengajar yang dihasilkan dari penerapan TIK. Dalam dua dimensi ini
terdapat empat tahapan model integrasi TIK pada sistem pendidikan dan sekolah.
Keempat tahapan ini merupakan tahapan kontinum, yang oleh UNESCO diistilahkan
dengan Emerging, Applying, Infusing dan Transforming.
Model Kontinum Tahapan Integrasi TIK di Pendidikan dan
Sekolah (UNESCO):
1. Tahap
Emerging dicirikan dengan pemanfaatan TIK oleh sekolah pada tahap permulaan. Pada
tahapan ini, sekolah baru memulai membeli atau membiayai infrastruktur TIK,
baik berupa perangkat keras maupun perangkat lunak. Kemampuan TIK guru-guru dan
staf administrasi sekolah masih berada pada tahap memulai eksplorasi penggunaan
TIK untuk tujuan manajemen dan menambahkan TIK pada kurikulum.
2. Tahap
Applying dicirikan dengan sudah adanya pemahaman tentang kontribusi dan upaya
menerapkan TIK dalam konteks manajemen sekolah dan pembelajaran.
3. Tahap
Infusing menuntut adanya upaya untuk mengintegrasikan dan memasukkan TIK ke dalam
kurikulum.
4. Tahap
Transforming dicirikan dengan adanya upaya sekolah untuk
merencanakan dan memperbaharui organisasinya dengan cara yang lebih kreatif.
TIK menjadi bagian integral dengan kegiatan pribadi dan kegiatan profesional
sehari-hari di sekolah. TIK sebagai alat yang digunakan secara rutin untuk
membantu belajar sedemikian rupa sehingga sepenuhnya terintegrasi di semua
pembelajaran di kelas. Fokus kurikulum mengacu pada learner-centered (berpusat
pada peserta didik) dan mengintegrasikan mata pelajaran dengan dunia nyata.
Dalam konteks belajar mengajar dan kaitannya dengan
keempat tahap yang disebutkan sebelumnya, terdapat pula 4 tahap yang berkaitan
dengan bagaimana guru dan peserta didik mempelajari dan menemukan percaya diri
mereka dalam menggunakan TIK. Keempat tahap tersebut adalah menyadari (becoming
aware of ICT), belajar bagaimana (learning how to use ICT), mengerti
bagaimana dan kapan (understanding how and when to use ICT), dan menjadi
ahli (specializing in the use of ICT) dalam penggunaan TIK. Berikut ini
adalah ilustrasi keempat tahap tersebut:
Model Tahapan Pembelajaran dengan TIK (UNESCO):
ü Pada tahap
pertama, guru dan siswa baru mencoba mengenali fungsi dan kegunaan perangkat
TIK. Tahap ini berkaitan dengan tahap emerging, yang menekankan pada
kemelekan TIK (ICT literacy) dan keterampilan dasar.
ü Tahap
selanjutnya, belajar bagaimana menggunakan perangkat TIK, menekankan pada
bagaimana memanfaatkan perangkat-perangkat TIK tersebut dalam berbagai
disiplin. Tahap ini meliputi penggunaan aplikasi umum dan khusus TIK, dan
berkaitan dengan tahap applying.
ü Tahap ketiga
mengacu pada pemahaman bagaimana dan kapan menggunakan perangkat TIK untuk
mencapai tujuan tertentu, seperti menyelesaikan tugas-tugas tertentu. Ini
menekankan pada kemampuan membaca situasi kapan TIK dapat membantu, memilih
perangkat yang sesuai untuk tugas tertentu, dan menggunakan perangkat ini untuk
memecahkan masalah yang sebenarnya. Tahap ini berkaitan dengan tahap infusing
dan transforming dalam hal pengembangan TIK.
ü Tahap
keempat mengacu pada bagaimana menjadi ahli dalam penggunaan perangkat TIK.
Pada tahap ini, siswa mempelajari TIK sebagai mata pelajaran yang membawa
mereka untuk menjadi ahli. Hal ini lebih mengarah kepada pendidikan kejuruan
atau profesional dan berbeda dengan tahap sebelumnya.
Yang seharusnya terjadi adalah sambil belajar
tentang TIK (learning about ICT), siswa juga belajar dengan menggunakan
atau melalui TIK (learning with and or through ICT) dan guru mengajar
dengan menggunakan atau melalui TIK (teaching with and through ICT). Yang dimaksud
dengan TIK tidak hanya komputer dan internet tapi segala jenis media informasi
dan komunikasi lainnya.
Langkah-langkah
belajar berbasis TIK:
ü Menyadari
TIK
ü Belajar
bagaimana menggunakan TIK dalam mengajar subjek
ü Memahami
bagaimana dan kapan harus menggunakan TIK
ü Mengkhususkan
diri dalam penggunaan TIK
ü Menerapkan
alat produktivitas
ü Meningkatkan
pengajaran tradisional
ü Memfasilitasi
pembelajaran menggunakan instruksi multi-modal
ü Membuat
dan mengelola lingkungan belajar yang inovatif
Beberapa cara mengimplementasikan blended learning pada tahap permulaan
diantaranya:
1. Guru
mengintegrasikan teknologi komputer dan informasi dalam materi pembelajarannya.
Misalnya guru mendownload video, animasi, dan simulasi yang sesuai untuk
dimanfaatkan di kelas. Berbagai media ini diintegrasikan dalam pembelajaran.
2. Guru
mengembangkan bahan ajar atau modul berbantuan komputer. Bahan ajar ini dapat
diakses oleh siswa dan dapat dipelajari di luar jam tatap muka. Bahan ajar akan
membantu siswa yang mengalami masalah dalam pembelajaran tatap muka.
3. Guru
mengoptimalkan email dengan mengembangkan email group sebagai wahana diskusi
guru-siswa-siswa. Group email juga dapat digunakan untuk berbagi file, mengumpulkan
tugas dan sebagainya.
4. Guru
mempelajari moodle dan memanfaatkannya sebagai penunjang pembelajaran tatap
muka. Guru memanfaatkan fitur yang tersedia untuk meningkatkan kualitas pembelajaran tatap muka.
5. Guru dan
sekolah dapat memilih model yang sesuai dengan sarana prasarana yang tersedia,
kemampuan guru, dan kesiapan siswa. Implementasi model yang sesuai akan berguna
untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
Beberapa prinsip dasar pengembangan media e-learning
untuk anak sekolah dasar antara lain
sebagai berikut:
1. Media
e-learning dirancang untuk memfasilitasi dan memungkinkan anak untuk belajar
secara mandiri dengan tetap didampingi oleh orangtua maupun guru/instruktur.
Dengan begitu, anak akan dapat mengeksplorasi pemahamannya terhadap pengetahuan
dasar yang diperolehnya.
2. Tahapan-tahapan
pembelajaran yang digunakan yaitu kegiatan pembelajaran pendahuluan,
penyampaian informasi dan materi dasar, partisipasi peserta, dan terakhir
evaluasi untuk mengetahui pencapaian pembelajaran. Pendahuluan yang dimaksud
adalah memperkenalkan media e-learning yang dimanfaatkan serta petunjuk
penggunaan dan petunjuk pendampingan bagi orangtua maupun guru/instruktur.
Materi dasar meliputi materi yang berhubungan dengan keterampilan dasar yang
sesuai untuk usia sekolah dasar.
Partisipasi peserta meliputi kegiatan interaktif yang terdapat dalam media
e-learning tersebut. Dan evaluasi yang disajikan berbentuk evaluasi ringan
seperti games atau kuis yang mudah dipahami oleh anak.
3. Materi
disampaikan bertahap dari bentuk abstrak ke bentuk konkret yang disampaikan
dalam bentuk multimedia interaktif seperti audio, video, teks, alat bantu
(tool), koneksi (link), dan animasi. Agar peserta dapat berpartisipasi aktif
dalam pembelajaran, sistem dilengkapi dengan simulasi-simulasi yang
memungkinkan peserta untuk mengeksplor pemahaman mereka. Alur materi dan
simulasi dirancang sedemikian rupa agar anak belajar mulai dari pemahaman yang
sederhana hingga ke pemahaman komplek.
4. Orangtua dan
pendidik/instruktur berperan sebagai fasilitator yang membantu anak usia sekolah dasar dalam memanfaatkan e-learning yang telah
dikembangkan. Hal ini dimaksudkan agar anak mengetahui tata cara pemanfaatan
media e-learning tersebut dengan benar sekaligus dapat membantu untuk
memberikan penjelasan di saat anak tersebut menemukan hal yang tidak
dipahaminya. Oleh karena itu, pemanfaatan e-learning untuk anak usia sekolah dasar ini tetap harus dalam pengawasan dan pendampingan
orangtua maupun pendidik.